Translate

Sabtu, 27 April 2013

hubungan ilmu fiqh dan ilmu yang lainnya



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
       Ilmu fiqh adalah ilmu tentang hukum syariah untuk mengetahui hukum Allah SWT yang berhubungan dengan segala amaliah mukkalaf yang diambil dan digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).Fiqh dalam artinya yang luas termasuk ruang lingkup syariah.Oleh karena itu, fiqh dalam kaitannya yang sangat erat dengan ilmu tauhid dan ilmu akhlak.Di samping itu, karena ilmu fiqh dalam arti sempit sebagai hasil dari ijtihad dan berkembang di dalam menghadapi tantangan-tantangan zamannya, maka erat pula kaitannya dengan Ilmu Sejarah Islam dan Sejarah hukum Islam atau Tarikh al-Tasyri.Dalam ilmu fiqh terdapat berbagai aliran atau madzhab.
       Guna mengetahui mana yang paling maslahat untuk diterapkan, diperlakukan Muqaranah al-Madzhab yaitu ilmu perbandingan madzhab.Dalam masyarakat manusia ini, ilmu fiqh juga bertemu dengan sistem hukum yang lain, yaitu sistem Hukum Romawi dan sistem Hukum Adat, maka perlu pula dipelajari prinsip kedua sistem hukum tersebut.Oleh karena sesuatu ilmu itu berangkat dari falsafahnya, maka sudah tentu ilmu fiqh sangat erat kaitannya dengan ilmu Falsafah Hukum Islam atau lebih terkenal dengan nama falsafah al-tasyri’.Dengan adanya hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya ini dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut bahwa ilmu fiqh itu terdapat banyak hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ilmu fiqh?

2.      Bagaimana hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya?

C.   Tujuan Penulisan
       Secara umum diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami perihal ilmu fiqh dan hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya.Selain itu juga tujuan penulisan makalah ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ushul Fiqh, agar terlaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.

D.   Sistematika Penulisan
       Untuk menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi, atau pembahasan, dan penutup / kesimpulan.


 
BAB II
PEMBAHASAN

A.       PENGERTIAN ILMU FIQH

Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti atau paham, sebagaimana Firman Allah SWT:
*      Q.S Thaha: 27-28

  http://www.dudung.net/images/quran/20/20_27.pnghttp://www.dudung.net/images/quran/20/20_28.png



       Artinya:
      “Dan lepaskanlah kelakuan dari lidahku.Supaya mereka memahami perkataanku”. 1

Menurut Ibnu Qayim, fiqh lebih khusus dari paham, maksudnya paham akan maksud pembicaraan. Adapun fiqh menurut istilah Fuqaha seperti dalam Tajudin As-Subki, adalah ilmu tentang hukum sya’ra yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil yang tafsili.

Menurut Imam Ghazali Fiqh adalah hukum syar’i yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukkalaf, seperti mengetahui hukum wajib, haram dan mubah, mandub sunnah dan makruh, atau mengetahui suatu akad itu sah atau tidak dalam suatu ibadah “qadha” (pelaksanakan ibadah diluar waktunya) maupun ada (ibadah dalam waktunya).

Jadi, ilmu fiqh adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah SWT yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf yang wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram yang digali dari dalil-dalkil yang jelas (tafshili).


B.       HUBUNGAN ILMU FIQH DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA

1.        Ilmu Tauhid
       Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu Esa.Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah SWT itu Esa.Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil-dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah SWT itu Esa.Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keIslaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama.Allah SWT berfirman :
*        Q.S Muhammad : 19
http://www.dudung.net/images/quran/47/47_19.png


Artinya :

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembah, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan.Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”

Ilmu fiqh sangat erat hubungannya dengan ilmu Tauhid, karena sumber ilmu fiqh yang pokok adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[1] Mengakui Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan paling utama, berangkat dari keimanan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah SWT dengan perantaraan malaikat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.Disini ilmu fiqh sudah memerlukan keimanan kepada Allah, keimanan kepada para malaikat, keimanan kepada kitab-kitab Allah sebagai wahyu Allah SWT, keimanan kepada Rasul, keimanan kepada Hari Kiamat dan keimanan kepada Qada dan Qadar.

      Selanjutnya oleh karena tujuan akhir ilmu fiqh untuk mencapai keridhaan Allah SWT di dunia maupun di akhirat, maka sudah pasti harus yakin pula akan adanya hari akhirat.Hari pembalasan segala amal perbuatan manusia.Seperti yang kita ketahui aspek hukum dari perbuatan manusia ini menjadi objek pembahasan ilmu fiqh.Masalah-masalah yang berkaitan dengan keimanan ini dibahas di dalam ilmu Tauhid.Singkatnya hubungan ilmu fiqh dengan ilmu Tauhid seperti hubungan antara bangunan dan fondasinya.Ilmu Tauhid merupakan fondasi yang kokoh, sedangkan bangunan yang berdiri tegak dengan megahnya di atas fondasi yang kokoh dan kuat itulah ilmu fiqh.

B.   Ilmu Akhlak
      
       Pengertian ilmu Akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan kajian dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya berhubungan erat dengan psikologi.[2]
Menurut Hamzah Ya’qub, secara terminologis ilmu akhlak adalah:

1.      Ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin;
2.      Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang biak dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia, dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.

Jadi, ilmu Akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak yang meliputi penerapannya kepada manusia dan juga ilmu pengetahuan, yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk suatu perbuatan manusia.

       Ilmu fiqh tidak bisa dipisahkan dari ilmu akhlak, meskipun keduanya bisa dibedakan, tetapi keduanya saling terkait.Pemisahan ilmu fiqh dari ilmu Akhlak secara tajam akan mengakibatkan ilmu fiqh kehilangan keindahannya.Tanpa ilmu Akhlak, ilmu fiqh hanya merupakan bangunan yang kosong, sunyi dan tidak membawa kepada ketentraman dan ketenangan hati.[3] Juga sebaliknya ilmu Akhlak tanpa ilmu fiqh dalam artinya yang luas akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan syari’ah.Pada gilirannya penyimpangan-penyimpangan ini sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan.Untuk menggambarkan bagaimana eratnya hubungan antara ilmu fiqh dengan ilmu akhlak bisa dijelaskan dengan contoh sebagai berikut.

Kita mendapatkan perintah dari Allah untuk melakukan shalat.Rasulullah SAW bersabda:

“Hal pertama yang diwajibkan oleh Allah SWT atas umatku adalah sholat lima waktu, hal pertama yang diangkat dari amalan-amalan mereka adalah shalat lima waktu dan hal pertama yang dipertanyakan kepada mereka adalah shalat lima waktu.” (Kanzul ‘Ummal, jilid, hadits 18859).

Cara-cara sholat ditentukan di dalam hadits, kemudian dibahas oleh para Fuqaha tentang rukun shalat, syarat-syarat sahnya sholat dan hukum-hukumnya yang diambil dan dipahami dari Al-Qur’an dan hadits-hadits yang banyak sekali tentang shalat dan yang berhubungan dengan shalat. Di samping itu kita pun mendapat perintah untuk menerapkan akhlak terpuji di dalam ibadah yaitu:
1.      Khusyu dalam melaksanakan sholat
Kekhusyuan sangat diperlukan dalam beribadah karena khusyu’ dalam shalat, berarti seorang muslim dapat memaksimalkan komunikasinya dengan Allah SWT untuk
menyenangkan dan mencapai ridho-Nya sebagai wujud rasa syukur pada-Nya yang telah menciptakan umat manusia, memelihara dan member kesempatan untuk hidup dan menikmati karunia-Nya.
2.      Tidak riya dalam melaksanakan ibadah
Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah SWT akan tetappi untuk mencari pujian atau kemasyuran di masyarakat.
3.      Tidak melalaikan shalat
Lalai berarti mengabaikan shalat, diantaranya adalah wudhu yang tidak sempurna, gerakan shalat (rukuk, sujud dan lain-lain yang tidak sempurna), meng-akhirkan shalat (tidak meng-awalkannya) tanpa alas an yang dapat diterima.Orang yang lalai dalam shalatnya maka ia akan celaka seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam:

*    Q.S Al Maa’un: 4-6

          http://www.dudung.net/images/quran/107/107_6.png http://www.dudung.net/images/quran/107/107_5.png http://www.dudung.net/images/quran/107/107_4.png


Artinya:
”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat Ri’ya.” 
Oleh karena itu ilmu akhlak memberi isi kepada ilmu fiqh dan sebaliknya ilmu fiqh memberikan kerangka pengaturan lahir agar ilmu Akhlak berjalan di atas relnya yang ditentukan.

       Salah seorang ulama besar dalam ilmu fiqh yang termasuk mujtahid fi al-madzhab dan didalam ilmu tasawuf merupakan tokoh besar ialah Abu Hamid Al-Ghazali yang lebih dikenal di Indonesia dengan nama Imam Ghazali. Salah satu jasa besar dari Imam Ghazali adalah usahanya untuk mencoba mendekatkan dan menggabungkan ilmu fiqh dan ilmu tasawuf, meskipun akhirnya tampak kecenderungannya kepada ilmu tasawuf lebih besar dari pada ilmu fiqh. Inilah yang menyebabkan Al-Ghazali tidak sampai kepada tingkat mujtahid mutlak dalam bidang ilmu fiqh.
            Di bawah ini diuraikan salah satu contoh bahasan Al-Ghazali yang menunjukkan beliau tidak meninggalkan ilmu fiqh didala Tasawufnya:

“Thaharah itu ada empat tingkatannya. Tingkatan yang pertama: kebersihan lahir dari hadats dan najis. Tingakatan kedua: kebersihan anggota badan dari kejahatan-kejahatan dan dosa. Tingakatan yang ketiga: kebersiahn hati dari ahklak-ahklak yang tercela dan sikap-sikap rendah yang dibenci. Tingkatan keempat: kebersihan sir (rahasia) dari yang selain Allah SWT. inilah kebersiahn para nabi dan Shiddiqin.”

       Dari contoh diatas jelas bahwa tingkatan pertama dan kedua masih dalam ruang lingkup fiqh, tetapi tingakatan selanjutnya merupakan bahasan ilmu tasawuf. Al-Ghazali menekankan tercapainya tingkatan keempat, setelah memulai tingkatan pertama, kedua dan ketiga.

Di dalam imu fiqh gerak hati yang menjadi motivasi perbuatan seseorang adalah penting sesuai dengan kaidah fiqh:

الأ مور بمقا صد  ها      
                                                                                    Segala macam hal itu sesuai dengan niatnya”
       Singkatnya hubungan antara ilmu fiqh dengan ilmu akhlak adalah seperti bangunan dan isi serta hiasan bangunan tersebut.Jadi, ilmu Tauhid merupakan pondasinya yang kokoh dan kuat, ilmu fiqh merupakan bangunannya yang megah, dan ilmu Akhlak merupakan isi dan hiasannya yang indah.

C.   Ilmu Sejarah
       Ilmu Sejarah atau Tarikh memiliki tiga dimensi; masa lalu, masa kini dan kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang.Untuk mengetahui bagaimana ilmu fiqh di masa lalu, bagaimana sekarang dan bagaimana kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang bisa ditelusuri dari ilmu Sejarah Islam dan Sejarah Hukum Islam atau lebih dikenal dengan Tarikh al-Tasyri’.
       Masa lalu dan masa sekarang memberikan data dan fakta.Data dan fakta ini dicari latar belakangnya serta ditelusuri kandungan maknanya, sehingga ditemukan benang merahnya yang merupakan semangat ajaran Islam pada umumnya dan semangat ilmu fiqh pada khususnya yang berlaku sepanjang masa, penterapan semangat ajaran ini akan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya dengan tetap memperhatikan metodologi ilmu fiqh yaitu ushul fiqh dan kaidah-kaidah fiqhiyah.Dari Tarikh al-asyri ini akan tahu pasang surutnya ilmu fiqh dan bagaimana penterapannya di berbagai daerah di dunia Islam ini

D.   Muqaranat al-Madzhab
       Perbandingan madzhab ini lebih tepat disebut sebagai cara mempelajari fiqh dengan membandingkan antara satu madzhab dengan madzhab lainnya.Madzhab secara bahasa berarti yang dilalui dan dilewati sesuatu yang menjadi tujuan seseorang, sedangkan menurut para ulama dan ahli agama Islam, madzhab adalah metode (manhaj) yang dibuat setelah melalui pemikiran dan penelitian sebagai pedoman yang jelas untuk kehidupan umat, lain lagi menurut ulama fiqh.Menurut mereka, yang dimaksud dengan madzhab adalah sebuah metodoli fiqh khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqh mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqh lain, yang mengantarkan memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu’.
      Prosesnya adalah sebagai berikut: “Pertama kali, disebutkan masalahnya dan hukum masalah tersebut dari setiap madzhab.Kemudian dikemukakan dalil-dalilnya dan cara ijtihadnya yang mengakibatkan perbedaan hukum dari setiap imam madzhab.Selanjutnya ditelaah dan dianalisis dalil-dalil tersebut dari segala aspeknya yang berkaitan dengan penarikan hukum.Terakhir disimpulkan hukumnya yang paling tepat.”
        Cara itu akan meluaskan wawasan kita tentang fiqh dan menambah cakrawala pemikiran tentang cara-cara yang ditempuh oleh para Imam madzhab dalam ijtihadnya.Pada gilirannya kita akan memiliki sikap terbuka dalam menghadapi perbedaan pendapat para ulama.Tidak fanatik madzhab dan tidak sinis kepada madzhab.Menghargai jasa dari karya para ulama secara wajar yang dijadikan modal untuk pedoman menuju masa depan yang lebih baik.Sikap keterbukaan ini sangat penting dalam menciptakan ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat.Di samping itu mempelajari ilmu fiqh dengan cara muqaranatul madzhab InsyaAllah kita akan mengetahui mana di antara pendapat-pendapat itu yang lebih kuat dan mana yang lemah, bahkan tidak mustahil akan timbul pendapat baru yang mendekatkan pendapat-pendapat yang ada, serta mengetahui mana di antara pendapat-pendapat tersebut yang paling maslahat untuk diterapkan dalam masyarakat.

E.   Falsafah Hukum
       Ilmu fiqh berkaitan erat dengan Falsafah Hukum, khususnya Falsafah Hukum Islam yaitu : “Satu Falsafah tentang Syari’ah Islam yang membuahkan pengertian, pengenalan, pengetahuan, dan penghayatan terhadap makna, kegunaan kaidah-kaidah dan aturan-aturan syari’ah untuk mengatur kehidupan manusia sehingga menggerakkannya untuk melaksanakan Syari’ah sebagai dasar di dalam kebijaksanaan hidup.        
      Falsafah hukum Islam juga merupakan hakikat dan tujuan hukum Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya atau Falsafah yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan dan memelihara hukum Islam sehungga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkan di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya.[4]
      Falsafah hukum Islam menjelaskan antara lain tentang rahasia-rahasia, makna, hikmah serta nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu fiqh, sehingga kita melaksanakan ketentuan-ketentuan Islam disertai dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi. Dengan kesadaran hukum masyarakat ini akan tercapai ketaatan dan disiplin yang tinggi di dalam melaksanakan hukum dengan Falsafah hukum Islam kita bisa membedakan mana hukum yang kekal dan tidak berubah-ubah sepanjang waktu, yang mengarahkan kehidupan manusia seluruhnya, sehingga lenyap ketidakpastian, serta mana yang mungkin berubah yang menjamin diperolehnya kebebasan manusia yang bertanggung jawab di dalam hidupnya.
       Seorang yang mempelajari ilmu fiqh bersamaan dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam, akan semakin memahami dimana letak ketinggian dan keindahan ajaran Islam, sehingga menimbulkan rasa cinta yang mendalam kepada Sumber Tertinggi Hukum yaitu Allah SWT., kepada sesama manusia, kepada alam dan kepada lingkungannya dimana ia hidup.
       Dengan memahami ushul fiqh, kaidah-kaidah fiqh dan maqasidu Syari’ah sesungguhnya kita sudah mulai memasuki sebagian Falsafah Hukum Islam.
F.   Ilmu Hukum
      Maksud ilmu hukum disini adalah ilmu hukum sistem Romawi dan sistem hukum Adat. Seperti sering terjadi, sistem hukum Islam dalam masyarakat bertemu dengan sistem hukum Romawi dan atau sistem hukum Adat misalnya di Indonesia hukum Islam menghargai sistem hukum lain yang telah menjadi adat kebiasaan masyarakat, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dengan tegas didalam hukum Islam. Tidak bertentangan dengan identitas hukum Islam. Dalam kaitan ini dalam hukum Islam ada kaidah:
العادة محكمة
“Adat kebiasaan itu bisa ditetapkan sebagai hukum” [5]      
       Dari kaidah tersebut bahwa hukum Islam tidak menganut sistem yang tertutup yang menyebabkannya statis dan tidak memiliki dinamika, tetapi tidak juga menganut sistem yang terbuka secara mutlak yang mengakibatkan hilangnya identitas ebagai hukum Islam. Oleh karena itu dalam batas-batas tertentu ada hubungan antara ilmu fiqh dengan ilmu hukum lainnya, terutama didalam mengamati pengaturan-pengaturan manakah yang sama, sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum Islam dan pengaturan-pengaturan manakah yang bertentangan. Hal ini sangat penting diketahui dalam rangka penerapan hukum dilingkungan masyarakat tertentu.
       Walaupun demikian perlu diperhatikan perbedaan antara sistem hukum yang berfaham kemasyarakatan ( sistem hukum Romawi dan Adat ) dengan sistem hukum berfaham kewahyuan (sistem hukum Islam), Perbedaan tersebut antara lain :
a.       Dalam sistem hukum faham kemasyarakatan, hukum merupakan perseimbanan antara hak dan kewajiban yang dapat dipaksakan penunaiannya oleh penguasa.Dalam sistem hukum kewahyuan, keseluruhan hukum tidak hanya tidak dikukuhkan kepada hak, kewajiban dan paksaan pengokohnya, akan tetapi juga kepada lima pengertian perhukuman, yaitu wajib, sunnah, jaiz (halal), makrum dan haram yang mengandung pengertian pahala, pujian, pemberian, celaan dan hukuman.
b.      Dalam sistem hukum kemasyarakatan, ada batas antara lingkungan hukum dan lingkungan kesusilaann, meksipun ada sebagian dari lingkungan kesusilaan itu yang ditarik ke lingkungan hukum.Dalam sistem hukum kewahyuan tidak dadakan batas lingkungan tersebut.
c.       Dalam sistem hukum paham kemasyarakatan, hukum agama hanya boleh dijalankan oleh penguasa sebatas hukum tersebut telah dianggap hukum oleh masyarakat.Apabila belum dapat diterima oleh masyarakat sebagai hukum, maka hukum agama disederajatkandengan kesusilaan.Sedangkan dalam sistem hukum paham kewahyuan, hukum agama inilah yang paling utama untuk dijalankan meskipun bertentengan dengan kemajuan manusia dalam masyarakat atau bertentangan dengan corak, bentuk dan susunan masyarakat.
d.      Dalam sistem hukum paham kemasyarakatan, hukum itu hanya sebagian dari ciptaan kebudayaan manusia, sehingga untuk setiap masyarakat mempunyai hukumnya masing-masing sesuai dengan corak, bentuk, susunan, dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu.

      Dalam sistem hukum berdasarkan paham kewahyuan, ada tiga sumber hukum anatara lain sumber hukum itu adalah Allah, Sunnah Nabi dan ijtihad berpedoman kepada Kitabullah dan Sunnaturrasul.Oleh karena itu dalam sistem hukum kewahyuan, ada prinsi-prinsip hukum dan aturan yang berlaku untuk seluruh masyarakat manusia dan untuk sepanjang waktu yang disebut dengan Fiqh Nabawi.Ada pula Fiqh Ijtihad yang dalam batas-batas tertentu bisa berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.Fiqh Nabawi adalah hukum yang tegas dan ditarik langsung dari Al-Qur’an atau Hadits.Sedangkan Fiqh Ijtihad adalah hukum yang dihasilkan dari ijtihad para ulama.

       Oleh karena itu akan terjadi kesamaan di seluruh masyarkat musim di dunia ini dalam hal hukum-kukum yang ada dalam ruang lingkup Fiqh Nabawi. Kemungkinan berbeda antara satu masyarakat Islam dengan masyarakat Islam lainnya dalam hukum-hukum yang ada dalam ruang lingkup Fiqh Ijtihadi bukan dalam hal prinsip. Fiqh Nabawi menjadi unsure pemersatu dunia muslim, sedangkan Fiqh Ijtihadi pemberi warna yang beragam dalam dunia Islam.

      Apabila hukum Islam bertemu dengan hukum positif yaitu hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu, pada waktu tertentu sering terjadi penyerapan hukum Islam oleh hukum masyarakat tertentu. Atau pergeseran dari satu hukum yang seharusnya berlaku kepada hukum tersebut, bahkan diadakan penangguhan pelaksanaanya. Hal serupa itu sangat tergantung kepada rasa keadilan masyarakat dan kesadaran hukum masyarakat.


 
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
       Ilmu fiqh merupakan ilmu pengetahuan yang saling berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti Ilmu Akhlak, Ilmu Tauhid, Ilmu Sejarah, Muqaranat al-Madzhab, Falsafah Hukum Islam, dan Ilmu Hukum.Karena ilmu fiqh tidak berdiri sendiri tetapi ada pengaruh dan hubungan dari ilmu-ilmu lainnya yang akhirnya melengkapi ilmu fiqh itu sendiri.Dan menjadikan ilmu fiqh lebih berwarna kedudukannya sebagai ilmu Islam.

B.   Saran
       Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya.Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat memahami lebih dalam tentang hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya.  


 

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana
Syafe’I Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV Pustaka Setia
Ahmad Saebani, Beni dan Hamid, Abdul.2010.Ilmu Akhlak.Bandung: CV Pustaka Setia
http://zaifulmillah.blogspot.com/2011/05/ilmu-akhlak.html
http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/47
http://ilmutauhid.wordpress.com/2009/04/07/hubungan-ilmu-tauhid-dengan-fiqh-dan-tasawuf/
http://orgawam.wordpress.com/2012/11/07/definisi-tauhid-dan-ilmu-tauhid/
http://masgunku.files.wordpress.com/2009/03/pengantar-ilmu-fiqih-Islam.pdf
http://kotak-kabar.blogspot.com/2011/09/perkembangan-filsafat-hukum-Islam-di.html
http://cpchenko.blogspot.com/2012/03/pengertian-filsafat-hukum-Islam.html
http://id.makassarpost.com/2012/04/koherensi-ilmu-hukum-dan-fiqih.html




[1])      Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: 2005, hlm.33.
[2])     Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, Bandung: 2010, hlm 21.
[3])     Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: 2005, hlm.34.
[4])     Diunduh dari: http://cpchenko.blogspot.com/2012/03/pengertian-filsafat-hukum-Islam.html

[5])     Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: 2005, hlm.39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komen ya gan :D