BAB II
PEMBAHASAN
A.
Integrasi
Nasional
1. Pengertian
Integrasi Nasional
Kata integrasi berasal dari bahasa inggris, integration yang
berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi juga
berarti proses mengkoordinasikan berbagai tugas, fungsi, dan bagian-bagian,
sedemikian rupa dapat bekerja sama dan tidak saling bertentangan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan. Istilah Integrasi Nasional berasal dari dua
kata yakni Integrasi dan Nasional. Menurut istilah Integrasi mempunyai arti
sebagai pembaruan atau penyatuan,
sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Menurut istilah Nasional mempunyai arti sebagai
kebangsaan. Yang meliputi suatu bangsa seperti ciri-ciri nasional, tarian
tradisional, perusahaan nasional. Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah
diatas, maka integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang mempunyai
pengertian suatu proses penyatuan atau pembaruan berbagai aspek sosial budaya ke dalam suatu wilayah dan pembentukan
identitas nasional atau bangsa. Yang harus dapat menjamin terwujudnya
keselarasan dan keseimbangan dalam menapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.
Integrasi nasional sebagai suatu konsep dalam
ikatan dengan wawasan kebangsaan dalam
Negara Kesatuan Indonesia yang berlandaskan pada aliran pemikiran atau paham
integralistik yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal dan
memahami sesuatu yang harus dicari kaitannya.
2.
Karakteristik
masyarakat majemuk
Karakteristik
yang menjadi sifat dasar dari sebuah masyarakat majemuk menurut Van Den Berghe[1] yaitu sebagai
berikut:
a.
Terjadinya
segmentasi (pemisahan) ke dalam bentuk kelompok-kelompok;
b.
Memiliki
struktur sosial yang terbagi-bagi dalam lembaga-lembaga;
c.
Kurang
mengurangkan konsensus-konsesus (kesepakatan) diantara para angagota
masyarakat;
d.
Secara relatif
sering kali terjadi konflik diantara kelompok lain;
e.
Secara relatif integrasi
sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam
bidang ekonomi.
Sifat-sifat yang demikian itulah maka Van Den Berghe menyantakan
bahwa betapa masyarakat majemuk tidak dapat di golongkan begitu saja ke dalam
salah satu diantara dua jenis masyarakat, sedangkan Emile Durkheim dengan
mengunakan terminologinya yaitu istilah solidaritas mekanik dan organik untuk
menganalisis masyarakat keseluruhannya (bukan organisasi-organisasi
masyarakat).
Untuk lebih memperjelas, kita lihat pandangan
para penganut funsionalisme struktural didalam melihat bagaimana suatu sistem
sosial itu berintegrasi. Mengikuti pandangan mereka, suatu sistem sosial
senantiasa terintegrasi diatas landasan dua hal,[2]
yaitu :
a.
Suatu
masyarakat senantiasa terintegrasi diatas tumbuhnya konsensus diantara sebagian
besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat
fundamental;
b.
Suatu
masyarakat senantiasa terintegrasi juga oleh karena berbagai anggota masyarakat
sekaligus juga anggota dari berbagai kesatuan sosial.
3.
Proses
Integrasi dan penghambat integrasi
nasional
Proses integrasi berjalan melalui beberapa
fase, antara lain :
a.
Fase Akomodasi
Akomodasi
adalah suatu proses ke arah tercapainya kesepakatan sementara yang dapat
diterima oleh pihak yang terlibat konflik. Akomodasi terjadi pada orang-orang
atau kelompok yang mau tidak mau harus bekerja sama walaupun dalam kenyataannya
mereka berbeda paham. Tanpa akomodasi dan kesediaan akomodasi, pihak yang
terlibat konflik tidak akan mungkin bekerja sama untuk selamalamanya. Jadi,
dengan adanya akomodasi integrasi dapat terwujud.
Kerja sama
merupakan perwujudan minat dan perhatian orang untuk bekerja bersama-sama dalam
suatu kesepahaman. Kerja sama dapat dijumpai dalam masyarakat manapun, baik
pada kelompok kecil maupun besar.
c.
Fase Koordinasi
Koordinasi
adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, yaitu
pihak yang menang terhadap pihak yang kalah. Misalnya, saat pemilihan ketua
partai politik. Dalam pemilihan tersebut ada dua orang calon ketua. Setelah
dilakukan pemungutan suara diperoleh satu calon ketua. Pemenang mengajak pihak
yang kalah untuk bekerja sama demi keutuhan dan integrasi partai yang
bersangkutan.
d.
Fase Asimilasi
Asimilasi
adalah proses sosial yang ditandai oleh adanya usaha mengurangi perbedaan yang
terdapat antara orang per orang atau kelompok. Proses asimilasi ditandai dengan
pengembangan sikap-sikap yang sama dengan tujuan mencapai kesatuan atau paling
sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
Faktor
terjadinya asimilasi:
·
Adanya
toleransi dianatara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri melalu
proses akomodasi;
·
Adanya
kesempatan yang sama dalam bidang tertentu. Contoh: ekonomi (kebutuhan barang
dan jasa);
·
Adanya sikap
saling menghargai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat lain.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional
sebagai berikut:[3]
1.
Masyarakat
Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan
dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut,
ras dan sebagainya.
2.
Wilayah negara
yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan
luas.
3.
Masih besarnya
ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan,
demonstrasi dan unjuk rasa.
Menurut Alfian, menunjuk hal-hal
yang olehnya dinilai membahayakan atau menghambat proses integrasi nasional
dianataranya, yaitu :
·
Soal pertentangan ideologi;
·
Soal multipartai;
·
Soal perbedaan suku dan aliran;
·
Soal kesenjangan sosial ekonomi;
·
Soal hubungan pusat dan daerah;
·
Soal minoritas-mayoritas;
·
Soal pribumi dan non pribumi;
·
Soal pertikaian politik yang tak kunjung selesai;
·
Soal hubungan elit masa;
·
Soal perbedaan agama.
Menurut R.William Liddle, melihat
masalah yang menghambat proses integrasi nasional itu mencakup 2 dimensi :[4]
·
Dimensi Horizontal, yaitu berupa masalah oleh karena adanya
perbedaan suku, ras, agama, aliran, danl lain-lain.
·
Dimensi Vertikal, yaitu berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul
dan berkembangnya semacam jurang pemisah antara golongan elit nasional yang
sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa.
B.
Konflik dalam Masyarakat Indonesia
1.
Pengertian Konflik
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang
bersifat oposisi berlawanan, bertentangan atau berseberangan. konflik biasanya
muncul akibat adanya kepentingan individu atau kelompok yang terganggu atau
terancam disertai kondisi yang dapat memicu konflik, seperti komunikasi yang
tidak lancar. Ada dua macam
tingkat konflik yang terjadi :
a.
Konflik dalam tingkatan yang bersifat ideologi. Pada tingkatan ini,
konflik tersebut terwujud didalam bentuk konflik anatar sistem nilai yang
dianut dari berbagai kesatuan sosial;
b.
Konflik dalam tingkatannya ysng bersifat politik. Konflik tersebut
terjadi didalam bentuk pertentangan didalam pembagian status kekuasaan dan
sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya didalam masyarakat.
2.
Indikator Konflik
Menurut Nasikun[5],
ada beberapa indikator yang bisa di pergunakan untuk menilai intensitas
daripada konflik yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a.
Demonstrasi, yang di maksud dengan demonstrasi di sini adalah
sejumlah orang yang tik menggunakan kekerasan mengorganisir diri untuk
melakukan protes terhadap suatu rezim pemerintah atau pimpinan dari rezim
pemerintah tersebut atau terhadap ideologi, kebijaksanaan atau terhadap suatu
tindakan yang sedang di rencanakan rezim.
b.
Kerusuhan, pada dasarnya adalah sama dengan demonstrasi. Ia hanya
berbeda dari demonstrasi oleh karena kerusuhan mengandung kekerasan fisik, yang
biasanya diikuti dengan pengrusakan barang-barang dan pergunaan berbagai macam
senjata atau alat pemukul oleh pelaku kerusuhan di lain pihak.
c.
Serangan bersenjata (armed attack), yaitu suatu tindakan kekerasan
yang di lakukan oleh atau untuk melemahkan atau bahkan menghancurkan kekuasaan
dari kelompok lain.
d.
Indikator yang terutama sekali berhubungan dan merupakan akibat
daripada armed attack tetapi juga berhubungan dengan dan merupakan akibat drari
kerusuhan dan untuk sebagian lagi berhubungan dengan dan merupakan akibat dari
demonstrasi.
e.
Selain indikator diatas masih ada indikator lain, yakni apa yang
disebut governmental sancetion yaitu suatu tindakan yang diambil oleh penguasa
untuk menetralisir, menindak atau meniadakan suatu ancaman terhadap keamanan
pemerintah, rezim yang berkuasa atau negara.
Tiga macam governmental sanction,
yaitu :
1)
Penyensoran;
2)
Pembatasan partisipasi politik;
3)
Pengawasan.
Faktor-faktor penyebab timbulnya
konflik
Menurut robbins faktor terjadinya
konflik terbagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1)
Komunikasi : komunikasi yang kurang baik akan menimbulkan
kesalahpahaman.
2)
Struktur : biasanya berkaitan dengan masalah jabatan (kesalahan
penempatan jabatan).
3)
Vairiabel pribadi : setiap individu memiliki sifat dan watak yang
berbeda.
3. Bentuk Dan Macam Konflik
Konflik berlku dalam semua aspek
relasi sosial yang bentuknya seperti dalam relasi antarindividu, relasi
individu dalam kelompok ataupun antra kelompok dengan kelompok. Menurut H.
Kusnadi[6]
dan Bambang Wahyudi, macam konflik dapat dibedakan ke dalam berbagai
klasifikasi yang relevan berikut ini
a. Dilihat dari
fungsinya
1)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tercapainya tujuan
organisasi dan karenanya sering kali bersifat konstruktif. Konflik fungsional
sangat di butuhkan oerganisasi.
2)
Konflik disfungfsional adalah konflik yang menghambat tercapainya
tujuan organisasi dan karenanya seringkali bersifat destruktif (merusak).
b.
Konflik dilihat dari pihak
yang terlibat didalamnya :
1)
Konflik dalam diri individu;
2)
Konflik antar individu;
3)
Konflik antara individu dan kelompok;
4)
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama;
5)
Konflik antar organisasi;
6)
Konflik antar individu individu dalam organisasi yang berbeda.
c.
Konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi :
1)
Konflik vertikal adalah konflik antara tingkatan kelas antar
tingkatan kelompok, seperti konflik orang kaya dengan orang yang tidak punya
atau konflik antar pemimpin manajer (pimpinan) dengan pengikut atau dengan anak
buahnya.
penyebab konflik vertikal diantaranya:
penyebab konflik vertikal diantaranya:
a)
Luapan kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap perilaku
pemerintah dan aparatnya;
b)
Menurunya kepercayaan masyarakat daerah pada pemerintah karena
pe,erintah tidak lagi memihak kepada kepentingan dan melayani tuntutan
masyarakat, tetapi secara terus-menerus memperdaya masyarakat;
c)
Tidak tertutup kemungkinan konflik sosial vertikal karena di
tunggangi dan dikipas-kipas oleh sekelompok elit politik yang serakah atau haus
kekuasaan.
2)
Konflik horizontal, konflik ini terjadi antar individu atau
kelompok yang sekelas atau sederajat, seperti kelompok antarbagian dalam
perusahaan atau konflik antarorganisasi massa yang satu dengan lainnya. Konflik
horizontal pada umumnya dapat di picu oleh beberapa hal sebagai berikut:
3)
Saling mengklaim dalam menguasai sumber daya yang mulai terbatas
akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan;
a)
Kecemburuan sosial;
b)
Dorongan emosional kesukuan karena ikatan-ikatan norma-norma
tradisional.
4)
Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karena adanya
ketidakadilan alokasi sumber daya keseluruh organisasi yang menimbulkan
pertentangan secara ekstrem dari bagian yang membutuhkan sumber daya tersebut.
Contoh kasus konflik di Aceh awalnya disebabkan karena perilaku yang tidak adil
atas alokasi sumber daya ekonomi oleh pemerintah pusat.
5)
Konflik garis-staf adalah konflik yang terjadi dalam satu struktur
organisasi tersebut.
6)
Konflik peran terjadi karena adanya penggandaan suatu peran dalam
organisasi tersebut contoh, dana bakti sosial yang seharusnya di pegang oleh
bagian humas tetapi bendahara mengambil alih bagian peran humas.
d.
Konflik menurut hubungannya
dengan konsentrasi aktivitas manuasaia didalam masyarakat:
1)
Konflik ekonomi;
2)
Konflik politik;
3)
Konflik sosial;
4)
Konflik budaya;
5)
Konflik pertahanan;
6)
Konflik antar agama.
4. Teori Konflik
Konflik dalam pendekatan sosiologi dapat
dipahami melalui teori konflik yang merupakan salah satu teori dalam paradigma
fakta sosial. Paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang
apa yang terjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang
ilmu (Ritzer :1992). Teori konflik menyoroti
bahwa fakta sosial berupa wewenang dan posisi justru merupakan sumber
pertentangan sosial.
Wewenang dan posisi merupakan konsep sentral
dari teori konflik. Menurut teori ini, ketidakmerataan distribusi kekuasaan dan
wewenang otomatis akan menempatkan masyarakat pada posisi yang saling berbeda.
Ide pokok teori konflik terbagi tiga, yaitu
sebagai berikut :
a. Masyarakat senantiasa berada dalam proses
perubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan terus menerus diantara
unsur-unsurnya;
b. Setiap elemen
memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial;
c. Keteraturan yng
terdapat dalam masyarakat hanya disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan
kekuasaan dari golongan yang berkuasa.
Sedangkan dalam teori fungsionalisme struktural yang bertentangn
dengan teori konflik mengandung tiga pemikiran pokok, yaitu :
a. Masyarakat
berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan,
b. Setiap elemen
atau institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas;
c. Anggota
masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas
umum.
E. Analisis Konflik
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat terhindarkan
didalam suatu masyarakat.
Beberapa pandangan ahli mengenai Analisis
konflik, yaitu :
1. Karl Marx
“semakin terdapat ketidakadilan dalam
distribusi sumber-sumber langka yang ada didalam sistem, maka akan semakin
besar terjadi konflik kepentingan antara segmen dominan dan subordinat. Semakin
segmen subordinat sadar tentang kepentingan kolektifnya yang sesungguhnya,
semakin cenderung mereka mempertanyakan legitimasi dari keberadaan pola
distribusi sumber-sumber langka.”
Gejala tersebut terlihat sebagai berikut.
a. Semakin perubahan sosial dibuat oleh segmen
dominan untuk merusak hubungan diantara segmen
subordinat, maka semakin cenderung mereka mejadi sadar tentang kepentingan kolektifnya.
b. Semakin segmen dominan menciptakan
keterasingan diantara segmen subordinat, maka semakin cenderung mereka menjadi
semakin sadar tentang kepentingan kolektifnya.
c. Semakin para segman subordinat
mengkomunikasikan keluhan-keluhan satu sama lain, maka akan cenderung mereka
mejadi sadar tentang kepentingan
kolektifnya.
d. Semkin subordinat mengembangkan ideologi yang
mempersatukan, maka semakin cenderung mereka mejadi sadar tentang kepentingan kolektifnya.
e. Semakin terjadi polarisasi diantara segmen
dominan dan subordinat, maka semakin keras konflik diantara mereka.
f.
Semakin keras
suatu konflik, maka semakin besar perubahan struktur sistem adan semakin
besar proses redistribusi sumber-sumber langka.
Analisis Karl Marx tersebut dapat digunakan
untuk membantu menganalisis kasus-ksus konflik di beberapa daerah di indonesia
seperti, Ambon (Maluku), Papua (Irian), ataupun Aceh, karena secara teoritis
tindakan kekerasan dalam konflik yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh :
1) adanya ketidakadilan distribusi sumber-sumber langka;
2) tumbuhnya kesadaran kelompok subordinat rakyat
tentang kepentingan kolektifnya;
3) hilangnya legitimasi elite di mata rakyat;
4) adanya polarisasi diantara kelompok-kelompok
dominan dan subotdinat.
2. George Simmel
Simmel tidak sependapat dengan Karl Marx, ia
berpandangan bahwa struktuir sosial lebih kepada suatu proses Asosiatif dan
disasosiatif yang saling bercampur dan tidak dapat dipisahkan.
Proporsi Simmel tentang intensitas konflik
sebagai berikut.
a. Semakin besar tingkat keterlibatan
emosididalam konflik, semakin cenderung konflik menjadi keras.
b. Semakin suatu konflikdirasakan oleh para
anggota yang terlibat sebagai suatu yang memperjuangkan kepentingan individu,
maka semakin cenderung konflik akan berlangsung secara keras.
c. Semakin konflik dapat dipahami sebagai suatu
ytang berakhir, maka semakin kurang kecenderungan konflik akan menjadi keras.
F.
Pengendalian Konflik
Konflik tidak akan terjadi apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik,
sehingga kerugian akibat dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga
macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
1.
Konsiliasi
Merupakan bentuk pengendalian konflik
sosial yang utama. Pengendalian ini terwujud melalui lembaga tertentu yang
memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan. Pada umumnya,
bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat politik. Lembaga parlementer yang di
dalamnya terdapat berbagai kelompok kepentingan akan
menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai.
menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai.
Untuk dapat berfungi dengan baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal
yang harus dipenuhi yaitu:
a.
Lembaga
tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
b.
Kebudayaan lembaga tersebut harus bersifat
monopolitis.
c.
Peran lembaga
tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
d.
Peran lembaga
tersebut harus bersifat demokratis.
2.
Mediasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di
antara dua pihak yang bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan
netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat
berjalan efektif dan mampu menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan
oleh masyarakat. Misalnya pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah
menjadi mediator menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama
lainnya.
3.
Arbitrasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan
dengan cara kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau
terpaksa hadirnya pihak ketiga yang memberikan keputusan untuk menyelesaikan
konflik. Ketiga jenis pengendalian konflik ini memiliki daya kemampuan untuk
mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadinya ledakan sosial dalam
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komen ya gan :D