Translate

Sabtu, 27 April 2013

integrasi nasional



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Integrasi Nasional
1.      Pengertian Integrasi Nasional
Kata integrasi berasal dari bahasa inggris, integration yang berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi juga berarti proses mengkoordinasikan berbagai tugas, fungsi, dan bagian-bagian, sedemikian rupa dapat bekerja sama dan tidak saling bertentangan dalam pencapaian sasaran dan tujuan. Istilah Integrasi Nasional berasal dari dua kata yakni Integrasi dan Nasional. Menurut istilah Integrasi mempunyai arti sebagai  pembaruan atau penyatuan, sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Menurut istilah Nasional mempunyai arti sebagai kebangsaan. Yang meliputi suatu bangsa seperti ciri-ciri nasional, tarian tradisional, perusahaan nasional. Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah diatas, maka integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembaruan berbagai aspek sosial budaya ke dalam suatu wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa. Yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan dan keseimbangan dalam menapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.
Integrasi nasional sebagai suatu konsep dalam ikatan  dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Indonesia yang berlandaskan pada aliran pemikiran atau paham integralistik yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu yang harus dicari kaitannya.

2.      Karakteristik masyarakat majemuk
Karakteristik yang menjadi sifat dasar dari sebuah masyarakat majemuk menurut Van Den Berghe[1] yaitu sebagai berikut:
a.       Terjadinya segmentasi (pemisahan) ke dalam bentuk kelompok-kelompok;
b.      Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi dalam lembaga-lembaga;
c.       Kurang mengurangkan konsensus-konsesus (kesepakatan) diantara para angagota masyarakat;
d.      Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok lain;
e.       Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
 Sifat-sifat yang demikian itulah maka Van Den Berghe menyantakan bahwa betapa masyarakat majemuk tidak dapat di golongkan begitu saja ke dalam salah satu diantara dua jenis masyarakat, sedangkan Emile Durkheim dengan mengunakan terminologinya yaitu istilah solidaritas mekanik dan organik untuk menganalisis masyarakat keseluruhannya (bukan organisasi-organisasi masyarakat).
Untuk lebih memperjelas, kita lihat pandangan para penganut funsionalisme struktural didalam melihat bagaimana suatu sistem sosial itu berintegrasi. Mengikuti pandangan mereka, suatu sistem sosial senantiasa terintegrasi diatas landasan dua hal,[2] yaitu :
a.       Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi diatas tumbuhnya konsensus diantara sebagian besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental;
b.      Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi juga oleh karena berbagai anggota masyarakat sekaligus juga anggota dari berbagai kesatuan sosial.

3.      Proses Integrasi dan  penghambat integrasi nasional
Proses integrasi berjalan melalui beberapa fase, antara lain :
a.      Fase Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses ke arah tercapainya kesepakatan sementara yang dapat diterima oleh pihak yang terlibat konflik. Akomodasi terjadi pada orang-orang atau kelompok yang mau tidak mau harus bekerja sama walaupun dalam kenyataannya mereka berbeda paham. Tanpa akomodasi dan kesediaan akomodasi, pihak yang terlibat konflik tidak akan mungkin bekerja sama untuk selamalamanya. Jadi, dengan adanya akomodasi integrasi dapat terwujud.
b.      Fase  Kerja sama
Kerja sama merupakan perwujudan minat dan perhatian orang untuk bekerja bersama-sama dalam suatu kesepahaman. Kerja sama dapat dijumpai dalam masyarakat manapun, baik pada kelompok kecil maupun besar.
c.       Fase  Koordinasi
Koordinasi adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, yaitu pihak yang menang terhadap pihak yang kalah. Misalnya, saat pemilihan ketua partai politik. Dalam pemilihan tersebut ada dua orang calon ketua. Setelah dilakukan pemungutan suara diperoleh satu calon ketua. Pemenang mengajak pihak yang kalah untuk bekerja sama demi keutuhan dan integrasi partai yang bersangkutan.
d.      Fase  Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai oleh adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang per orang atau kelompok. Proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama dengan tujuan mencapai kesatuan atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
Faktor terjadinya asimilasi:
·        Adanya toleransi dianatara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri melalu proses akomodasi;
·        Adanya kesempatan yang sama dalam bidang tertentu. Contoh: ekonomi (kebutuhan barang dan jasa);
·        Adanya sikap saling menghargai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat lain.

Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:[3]
1.      Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2.      Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3.      Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.


Menurut Alfian, menunjuk hal-hal yang olehnya dinilai membahayakan atau menghambat proses integrasi nasional dianataranya, yaitu :
·        Soal pertentangan ideologi;
·        Soal multipartai;
·        Soal perbedaan suku dan aliran;
·        Soal kesenjangan sosial ekonomi;
·        Soal hubungan pusat dan daerah;
·        Soal minoritas-mayoritas;
·        Soal pribumi dan non pribumi;
·        Soal pertikaian politik yang tak kunjung selesai;
·        Soal hubungan elit masa;
·        Soal perbedaan agama.
Menurut R.William Liddle, melihat masalah yang menghambat proses integrasi nasional itu mencakup 2 dimensi :[4]
·        Dimensi Horizontal, yaitu berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran, danl lain-lain.
·        Dimensi Vertikal, yaitu berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa.


B.   Konflik dalam Masyarakat Indonesia
1.       Pengertian Konflik
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi berlawanan, bertentangan atau berseberangan. konflik biasanya muncul akibat adanya kepentingan individu atau kelompok yang terganggu atau terancam disertai kondisi yang dapat memicu konflik, seperti komunikasi yang tidak lancar. Ada dua macam tingkat konflik yang terjadi :
a.       Konflik dalam tingkatan yang bersifat ideologi. Pada tingkatan ini, konflik tersebut terwujud didalam bentuk konflik anatar sistem nilai yang dianut dari berbagai kesatuan sosial;
b.      Konflik dalam tingkatannya ysng bersifat politik. Konflik tersebut terjadi didalam bentuk pertentangan didalam pembagian status kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya didalam masyarakat.
2.       Indikator Konflik
Menurut Nasikun[5], ada beberapa indikator yang bisa di pergunakan untuk menilai intensitas daripada konflik yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a.       Demonstrasi, yang di maksud dengan demonstrasi di sini adalah sejumlah orang yang tik menggunakan kekerasan mengorganisir diri untuk melakukan protes terhadap suatu rezim pemerintah atau pimpinan dari rezim pemerintah tersebut atau terhadap ideologi, kebijaksanaan atau terhadap suatu tindakan yang sedang di rencanakan rezim. 
b.      Kerusuhan, pada dasarnya adalah sama dengan demonstrasi. Ia hanya berbeda dari demonstrasi oleh karena kerusuhan mengandung kekerasan fisik, yang biasanya diikuti dengan pengrusakan barang-barang dan pergunaan berbagai macam senjata atau alat pemukul oleh pelaku kerusuhan di lain pihak.
c.       Serangan bersenjata (armed attack), yaitu suatu tindakan kekerasan yang di lakukan oleh atau untuk melemahkan atau bahkan menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain.
d.      Indikator yang terutama sekali berhubungan dan merupakan akibat daripada armed attack tetapi juga berhubungan dengan dan merupakan akibat drari kerusuhan dan untuk sebagian lagi berhubungan dengan dan merupakan akibat dari demonstrasi.
e.       Selain indikator diatas masih ada indikator lain, yakni apa yang disebut governmental sancetion yaitu suatu tindakan yang diambil oleh penguasa untuk menetralisir, menindak atau meniadakan suatu ancaman terhadap keamanan pemerintah, rezim yang berkuasa atau negara.
Tiga macam governmental sanction, yaitu :
1)      Penyensoran;
2)      Pembatasan partisipasi politik;
3)      Pengawasan.

Faktor-faktor penyebab timbulnya konflik
Menurut robbins faktor terjadinya konflik terbagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1)      Komunikasi : komunikasi yang kurang baik akan menimbulkan kesalahpahaman.
2)      Struktur : biasanya berkaitan dengan masalah jabatan (kesalahan penempatan jabatan).
3)      Vairiabel pribadi : setiap individu memiliki sifat dan watak yang berbeda.

3.       Bentuk Dan Macam Konflik
Konflik berlku dalam semua aspek relasi sosial yang bentuknya seperti dalam relasi antarindividu, relasi individu dalam kelompok ataupun antra kelompok dengan kelompok. Menurut H. Kusnadi[6] dan Bambang Wahyudi, macam konflik dapat dibedakan ke dalam berbagai klasifikasi yang relevan berikut ini
a.       Dilihat dari fungsinya
1)      Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tercapainya tujuan organisasi dan karenanya sering kali bersifat konstruktif. Konflik fungsional sangat di butuhkan oerganisasi.
2)      Konflik disfungfsional adalah konflik yang menghambat tercapainya tujuan organisasi dan karenanya seringkali bersifat destruktif (merusak).
b.       Konflik dilihat dari pihak yang terlibat didalamnya :
1)      Konflik dalam diri individu;
2)      Konflik antar individu;
3)      Konflik antara individu dan kelompok;
4)      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama;
5)      Konflik antar organisasi;
6)      Konflik antar individu individu dalam organisasi yang berbeda.



c.       Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi :

1)      Konflik vertikal adalah konflik antara tingkatan kelas antar tingkatan kelompok, seperti konflik orang kaya dengan orang yang tidak punya atau konflik antar pemimpin manajer (pimpinan) dengan pengikut atau dengan anak buahnya.
penyebab konflik vertikal diantaranya:
a)      Luapan kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap perilaku pemerintah dan aparatnya;
b)      Menurunya kepercayaan masyarakat daerah pada pemerintah karena pe,erintah tidak lagi memihak kepada kepentingan dan melayani tuntutan masyarakat, tetapi secara terus-menerus memperdaya masyarakat;
c)      Tidak tertutup kemungkinan konflik sosial vertikal karena di tunggangi dan dikipas-kipas oleh sekelompok elit politik yang serakah atau haus kekuasaan.
2)      Konflik horizontal, konflik ini terjadi antar individu atau kelompok yang sekelas atau sederajat, seperti kelompok antarbagian dalam perusahaan atau konflik antarorganisasi massa yang satu dengan lainnya. Konflik horizontal pada umumnya dapat di picu oleh beberapa hal sebagai berikut:
3)      Saling mengklaim dalam menguasai sumber daya yang mulai terbatas akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan;
a)      Kecemburuan sosial;
b)      Dorongan emosional kesukuan karena ikatan-ikatan norma-norma tradisional.
4)      Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya keseluruh organisasi yang menimbulkan pertentangan secara ekstrem dari bagian yang membutuhkan sumber daya tersebut. Contoh kasus konflik di Aceh awalnya disebabkan karena perilaku yang tidak adil atas alokasi sumber daya ekonomi oleh pemerintah pusat.
5)      Konflik garis-staf adalah konflik yang terjadi dalam satu struktur organisasi tersebut.
6)      Konflik peran terjadi karena adanya penggandaan suatu peran dalam organisasi tersebut contoh, dana bakti sosial yang seharusnya di pegang oleh bagian humas tetapi bendahara mengambil alih bagian peran humas.
d.       Konflik menurut hubungannya dengan konsentrasi aktivitas manuasaia didalam masyarakat:
1)      Konflik ekonomi;
2)      Konflik politik;
3)      Konflik sosial;
4)      Konflik budaya;
5)      Konflik pertahanan;
6)      Konflik antar agama.


 4. 
Teori Konflik
Konflik dalam pendekatan sosiologi dapat dipahami melalui teori konflik yang merupakan salah satu teori dalam paradigma fakta sosial. Paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang terjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu (Ritzer :1992). Teori  konflik menyoroti bahwa fakta sosial berupa wewenang dan posisi justru merupakan sumber pertentangan sosial.
Wewenang dan posisi merupakan konsep sentral dari teori konflik. Menurut teori ini, ketidakmerataan distribusi kekuasaan dan wewenang otomatis akan menempatkan masyarakat pada posisi yang saling berbeda.
Ide pokok teori konflik terbagi tiga, yaitu sebagai berikut :
a.       Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan terus menerus diantara unsur-unsurnya;
b.      Setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial;
c.       Keteraturan yng terdapat dalam masyarakat hanya disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari golongan yang berkuasa.
Sedangkan dalam teori fungsionalisme struktural yang bertentangn dengan teori konflik mengandung tiga pemikiran pokok, yaitu :
a.       Masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan,
b.      Setiap elemen atau institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas;
c.       Anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum.

E.     Analisis Konflik
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat terhindarkan didalam suatu masyarakat.
Beberapa pandangan ahli mengenai Analisis konflik, yaitu :
1.      Karl Marx
“semakin terdapat ketidakadilan dalam distribusi sumber-sumber langka yang ada didalam sistem, maka akan semakin besar terjadi konflik kepentingan antara segmen dominan dan subordinat. Semakin segmen subordinat sadar tentang kepentingan kolektifnya yang sesungguhnya, semakin cenderung mereka mempertanyakan legitimasi dari keberadaan pola distribusi sumber-sumber langka.”
Gejala tersebut terlihat sebagai berikut.
a.       Semakin perubahan sosial dibuat oleh segmen dominan untuk merusak hubungan diantara  segmen subordinat, maka semakin cenderung mereka mejadi sadar tentang  kepentingan kolektifnya.
b.      Semakin segmen dominan menciptakan keterasingan diantara segmen subordinat, maka semakin cenderung mereka menjadi semakin sadar  tentang  kepentingan kolektifnya.
c.       Semakin para segman subordinat mengkomunikasikan keluhan-keluhan satu sama lain, maka akan cenderung mereka mejadi sadar tentang  kepentingan kolektifnya.
d.      Semkin subordinat mengembangkan ideologi yang mempersatukan, maka semakin cenderung mereka mejadi sadar tentang  kepentingan kolektifnya.
e.       Semakin terjadi polarisasi diantara segmen dominan dan subordinat, maka semakin keras konflik diantara mereka.
f.        Semakin keras  suatu konflik, maka semakin besar perubahan struktur sistem adan semakin besar proses redistribusi sumber-sumber langka.  
Analisis Karl Marx tersebut dapat digunakan untuk membantu menganalisis kasus-ksus konflik di beberapa daerah di indonesia seperti, Ambon (Maluku), Papua (Irian), ataupun Aceh, karena secara teoritis tindakan kekerasan dalam konflik yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh :
1)      adanya ketidakadilan distribusi sumber-sumber langka;
2)      tumbuhnya kesadaran kelompok subordinat rakyat tentang kepentingan kolektifnya;
3)      hilangnya legitimasi elite di mata rakyat;
4)      adanya polarisasi diantara kelompok-kelompok dominan dan subotdinat.

 
2.      George Simmel
Simmel tidak sependapat dengan Karl Marx, ia berpandangan bahwa struktuir sosial lebih kepada suatu proses Asosiatif dan disasosiatif yang saling bercampur dan tidak dapat dipisahkan.
Proporsi Simmel tentang intensitas konflik sebagai berikut.
a.       Semakin besar tingkat keterlibatan emosididalam konflik, semakin cenderung konflik menjadi keras.
b.      Semakin suatu konflikdirasakan oleh para anggota yang terlibat sebagai suatu yang memperjuangkan kepentingan individu, maka semakin cenderung konflik akan berlangsung secara keras.
c.       Semakin konflik dapat dipahami sebagai suatu ytang berakhir, maka semakin kurang kecenderungan konflik akan menjadi keras.

F.      Pengendalian Konflik
             Konflik tidak akan terjadi apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik, sehingga kerugian akibat dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
1.      Konsiliasi
  Merupakan bentuk pengendalian konflik sosial yang utama. Pengendalian ini terwujud melalui lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan. Pada umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat politik. Lembaga parlementer yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok kepentingan akan
menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai.
            Untuk dapat berfungi dengan baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal yang harus dipenuhi yaitu:
a.       Lembaga tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
b.       Kebudayaan lembaga tersebut harus bersifat monopolitis.
c.       Peran lembaga tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
d.      Peran lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
 

2.       Mediasi
            Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di antara dua pihak yang bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat berjalan efektif dan mampu menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan oleh masyarakat. Misalnya pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah menjadi mediator menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama lainnya.
3.      Arbitrasi
 Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga yang memberikan keputusan untuk menyelesaikan konflik. Ketiga jenis pengendalian konflik ini memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadinya ledakan sosial dalam masyarakat. 




[1] Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, hlm. 67.
[2] Nasikun, op.cit, hlm. 69-70
[4] Jacob, sistem sosial budaya Indonesia, hlm. 190-191.
[5] Nasikun, op.cit, hlm. 82-91
[6] H. Kusnadi dan Bambang Wahyudi, teori dan manajement konflik, Malang: Taroda, 2001, hlm. 22-27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komen ya gan :D