BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kehidupan dan prilaku manusia tidak dapat digambarkan
dengan begitu sederhana, namun membutuhkan penggambaran yang begitu kompleks. Salah
satunya, bentuk
interaksi yang terjadi pada manusia
sangatlah luas. Interaksi tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, manusia dengan makhluk hidup lainnya, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Dalam berinteraksi, manusia akan memperoleh
pendidikan-pendidikan yang akan membentuk pola tingkah kepribadiannya sebagai
pemeran dalan interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia memiliki ilmu
pengetahuan, sebagai bentuk pembuktian bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya yang diciptakan Tuhan.
Maka dari itu, dengan ilmu manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang
salah. Sehingga norma-norma dalam lingkungan interaksi sosial pun akan terwujud
seiring dengan terus berkembangnya pengetahuan manusia. Norma-norma tersebut
diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah acuan
dalam proses kehidupan bagi sesama manusia dilingkungan tersebut.
Kebiasaan yang timbul dari proses pemilihan
yang dilakukan manusia terhadap kehidupannya, akan menjadi tolak ukur bagi
keberlangsungan interaksi sosial dalam suatu kumpulan masyarakat. Sehingga
kebiasaan yang dipertahankan itu akan menjadi sebuah budaya yang menggambarkan
kehidupan mereka dilingkungan tersebut.
I. II Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan hakikat manusia sebagai
makhluk budaya?
2. Bagaimana
apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan?
3. Apa yang
dimaksud dengan etika dan estetika berbudaya serta prolematika kebudayaan?
I.III Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan
konsep hakikat manusia sebagai sebagai makhluk budaya.
2. Mengkaji
aspek-aspek yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk budaya.
3. Memenuhi tugas
mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Hakikat Manusia sebagai Makhluk Budaya
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu”
(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah
manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia
merupakan suatu organisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan,
setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi sehingga
ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan. Dari sana timbul
anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk
membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk
dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu
bersumber dari lingkungan.
B. Pengertian
Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata
budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya
dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta
budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur.
Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera.
Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah
(bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai
segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam[1].
Definisi budaya
dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai
ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai
berikut: (Antropologi budaya
menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dan akal budinya dan
struktur fisiknya dalam mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya juga
memahami dan melukiskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia)
a. E.B. Taylor:
1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat,
serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota
masyarakat.
b. Linton: 1940,
mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola
perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota
suatu masyarakat tertentu.
c. Kluckhohn dan
Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang
tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional,
irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk
perilaku manusia.
d. Koentjaraningrat:
1979 yang mengartikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat
dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia
yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar. Dari kerangka tersebut
diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan
kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan
inti dalam dunia pendidikan.Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. Wujud pikiran,
gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari
kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota
masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup.
2. Aktifitas
kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas
aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul
satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu
berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret.
3. Wujud fisik,
merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia
dalam masyarakat.
II.II Apresiasi Terhadap Kemanusiaan dan Kebudaya
A. Perwujudan Kebudayaan
Dari definisi
tersebut dapat di peroleh pengertian mengenai kebudayaan sistem pengetahuan
yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang di ciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata.
MenurutJ.J. Hoeningman membagi
wujud kebudayaan menjadi tiga yaitu :
a. Gagasan (wujud ideal), wujud ideal kebudayaan
adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan
dan sebagainya yang sifatnya abstrak tidak dapat di raba atau di sentuh.
b. Aktivitas (tindakan), Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu.
c. Afertak (karya), Wujud kebudayaan fisik yang
berupa hasil dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat di raba, di lihat dan di
dokumentasikan.
Sifatnya konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu :
a. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan lain. Wujud tersebut menunjukan
ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak tak dapat di raba, di pegang, ataupun di
foto, dan tempatnya ada di dalam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan
yang bersangkutan itu hidup.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.Wujud tersebut
di namakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari
manusia itu sendiri. Wujud ini bisa di
observasi, di foto dan di dokumentasikan karena dalam sistem sosial ini
terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini di
sebut pula kebudayaan fisik. Di mana wujud ini hampir seluruhnya merupakan
hasil fisik (aktivitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat.
B. Unsur Kebudayaan
Tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal[2] :
1. Sistem peralatan dan
perlengkapan hidup (teknologi)
2. Sistem mata pencaharian
hidup
3. Sistem kemasyarakatan
atau organisasi social
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Sistem religi
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia di anugrahi akal
dan budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan
mengembangkan kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia
dengan segala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam sekitar
tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan saja. Hal ini
karena binatang tidak di bekali akal budi, tetapi hanya nafsu dan naluri
tingkat rendah.
Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk
berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksitensi manusia di dunia. Dengan
kebudayaannya, manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam pangggung sejarah
dunia.
C. Hubungan manusia dan kebudayaan
Dipandang dari sudut antropologi, manusia dapat ditinjau dari 2 segiyaitu :
a. Manusia sebagai makhluk biologis
b. Manusia sebagai makhluk
sosio-budaya
Sebagai mahluk biologis, manusia di pelajari
dalam ilmu biologi atau anatomi; dan sebagai mahluk sosio-budaya manusia
dipelajari dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh
cara hidup manusia, bagaimana manusia dan akal budinya dan struktur fisiknya
dalam mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya juga memahami dan
melukiskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
Akhirnya terdapat konsepsi tentang kebudayaan manusia yang menganalisa
masalah-masalah hidup sosial-kebudayaan manusia. Konsepsi tersebut ternyata
memberi gambaran kepada kita bahwasanya hanya manusialah yang mampu
berkebudayaan. Sedang hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Mengapa hanya
manusia saja yang memiliki kebudayaan? Hal ini dikarenakan manusia dapat
belajar dan dapat memahami bahasa, yang semuanya itu bersumber pada akal
manusia.
II.III Etika dan Estetika Berbudaya
A.
Etika manusia dalam berbudaya
Etika berasal
dari bahasa Yuniani, ethos. Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
1. Etika dlam arti
nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang
dalam mengatur tingkah laku.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat
moral)
Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika. Etika
berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung
niali-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu budaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung
dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.
B. Estetika manusia dalam berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni,
Estetika berkaitan dengan nilai indah atau jelek. Makna keindahan :
a. secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan
b. secara sempit, yaitu indah dalam lingkup persepsi penglihatan ( bentuk
dan warna)
Secara estetik
murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu
yang diresapinya melalui indera. Estetika bersifat subyektif, sehingga tidak
bisa dipaksakan. Tetapi yang penting
adalah menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.
II.IV Problematika Kebudayaan
1. Hambatan budaya yang
berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan. Keterkaitan orang jawa
terhadap tanah yang mereka tempati secara turun temurun di yakini sebagai
pemberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalkan kampung halamannya atau
beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya miskin.
2. Hambatan budaya yang
berkaitan dengan perbedaan persepsi atau
sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan.
Contohnya: program keluarga berencana atau KB semula di tolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
3. Hambatan budaya
berkaitan dengan faktor psikologi dan kejiwaan. Upaya untuk transmigrasi penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami
kesulitan. Hal ini disebabkan karena
adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru
kehidupan mereka akan lebih sengsara di bandingkan dengan hidup mereka ditempat
yang lama.
4. Masyarakat yang terasing
dan kurang komunikasi dangan masyarakat luar. Masyarakat daerah-daerah
terpencil yang kurang komuikasi dengan masyaraakat luar, karena pengetahuannya serba teratas, seolah-olah teetutup untuk menerima
program-program pembangunan.
5. Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru. Sikap
ini sangat mengagung-agungkan budya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal
baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara
turun-temurun.
6. Sikap etnosentrisme adalah sikap yang mengagung-agungkan budaya suku bangsa sendiri dan menganggap
rendah budaya suku bangsa lain. Seseorang yang menilai kebudayaan-kebudayaan
lain, menurut ukuran yang berlaku dalam kebudayaannya sendiri[3].
7. Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari
kebudayaan,sering disalahgunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom di
buat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu
generasi, obat-obatan di ciptakan untuk kesehatan tetapi justru mengganggu
kesehatan manusia.
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk
yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal
budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia
itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang
selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang
berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa
kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari
suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan
kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu
bangsa.
III.II Saran
Pada dasarnya,
hakikat manusia berpacu pada dasar pembentukan jati diri manusia. Namun, dewasa
ini hakikat manusia hampir tidak dimiliki oleh semua manusia. Oleh karena itu,
kami menyusun makalah ini sebagai bentuk rasa empati kami dalam mewujudkan
manusia yang berbudaya. adapun hal yang ingin kami capai adalah :
1. Pembaca dapat mengembangkan mengenai hakikat
manusia sebagai makhluk budaya.
2. Pembaca dapat mengapresiasikan hakikat manusia sebagai
makhluk budaya.
3. Pembaca memahami dan memberikan tanhggapan
mengenai hakikat manusia sebagai makhluk budaya.
4. Mampu memahami dan menyikapi dengan baik
terhadap bentuk-bentuk problematika kebudayaan.
[1]
Soerjono Soekanto : Sosiologi Suatu Pengantar, cetakan ke IV, Yayasan
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1970, halaman 71
[2]
Prof. Dr. Koentjaraningrat : Pengantar Ilmu Antropologi, edisi revisi
2009, Penerbit Reka Cipta, Jakarta, halaman 165
[3]
T.0. Ihromi : Antropologi Budaya, edisi terbaru, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2006, halaman 16