Translate

Jumat, 03 Mei 2013

Konsep Manusia sebagai Makhluk Budaya



BAB I
PENDAHULUAN
I.I       Latar Belakang
Kehidupan dan prilaku manusia tidak dapat digambarkan dengan begitu sederhana, namun membutuhkan penggambaran yang begitu kompleks. Salah satunya, bentuk interaksi yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Interaksi tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup lainnya, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Dalam berinteraksi, manusia akan memperoleh pendidikan-pendidikan yang akan membentuk pola tingkah kepribadiannya sebagai pemeran dalan interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia memiliki ilmu pengetahuan, sebagai bentuk pembuktian bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya yang diciptakan Tuhan. Maka dari itu, dengan ilmu manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Sehingga norma-norma dalam lingkungan interaksi sosial pun akan terwujud seiring dengan terus berkembangnya pengetahuan manusia. Norma-norma tersebut diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah acuan dalam proses kehidupan bagi sesama manusia dilingkungan tersebut.
Kebiasaan yang timbul dari proses pemilihan yang dilakukan manusia terhadap kehidupannya, akan menjadi tolak ukur bagi keberlangsungan interaksi sosial dalam suatu kumpulan masyarakat. Sehingga kebiasaan yang dipertahankan itu akan menjadi sebuah budaya yang menggambarkan kehidupan mereka dilingkungan tersebut.

I. II    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan  hakikat manusia sebagai makhluk budaya?
2.      Bagaimana apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan?
3.      Apa yang dimaksud dengan etika dan estetika berbudaya serta prolematika kebudayaan?

I.III   Tujuan Penulisan
1.      Mendeskripsikan konsep hakikat manusia sebagai sebagai makhluk budaya.
2.      Mengkaji aspek-aspek yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk budaya.
3.      Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I     Hakikat Manusia sebagai Makhluk Budaya
A.      Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu organisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi sehingga ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
B.     Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam[1].
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut: (Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dan akal budinya dan struktur fisiknya dalam mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya juga memahami dan melukiskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia)
a.      E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
b.     Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
c.      Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
d.     Koentjaraningrat: 1979 yang mengartikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar. Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1.     Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup.
2.     Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret.
3.     Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.

II.II    Apresiasi Terhadap Kemanusiaan dan Kebudaya
A.     Perwujudan Kebudayaan
Dari definisi tersebut dapat di peroleh pengertian mengenai kebudayaan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang di ciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata.
MenurutJ.J. Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga yaitu :
a.      Gagasan (wujud ideal), wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak tidak dapat di raba atau di sentuh.
b.      Aktivitas (tindakan), Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
c.      Afertak (karya), Wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat di raba, di lihat dan di dokumentasikan.
Sifatnya konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu :
a.      Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan lain. Wujud tersebut menunjukan ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak tak dapat di raba, di pegang, ataupun di foto, dan tempatnya ada di dalam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
b.     Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.Wujud tersebut di namakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa di observasi, di foto dan di dokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi.
c.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini di sebut pula kebudayaan fisik. Di mana wujud ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat.

B.      Unsur Kebudayaan
Tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal[2] :
1.      Sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
2.      Sistem mata pencaharian hidup
3.      Sistem kemasyarakatan atau organisasi social
4.      Bahasa
5.      Kesenian
6.      Sistem pengetahuan
7.      Sistem religi
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia di anugrahi akal dan budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan saja. Hal ini karena binatang tidak di bekali akal budi, tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah.
Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksitensi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya, manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam pangggung sejarah dunia.

C.     Hubungan manusia dan kebudayaan
Dipandang dari sudut antropologi, manusia dapat ditinjau dari 2 segiyaitu :
a.       Manusia sebagai makhluk biologis
b.      Manusia sebagai makhluk sosio-budaya
Sebagai mahluk biologis, manusia di pelajari dalam ilmu biologi atau anatomi; dan sebagai mahluk sosio-budaya manusia dipelajari dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dan akal budinya dan struktur fisiknya dalam mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya juga memahami dan melukiskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
Akhirnya terdapat konsepsi tentang kebudayaan manusia yang menganalisa masalah-masalah hidup sosial-kebudayaan manusia. Konsepsi tersebut ternyata memberi gambaran kepada kita bahwasanya hanya manusialah yang mampu berkebudayaan. Sedang hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Mengapa hanya manusia saja yang memiliki kebudayaan? Hal ini dikarenakan manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang semuanya itu bersumber pada akal manusia.

II.III   Etika dan Estetika Berbudaya
A.      Etika manusia dalam berbudaya
Etika berasal dari bahasa Yuniani, ethos. Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
1.      Etika dlam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
2.      Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
3.      Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)
Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika. Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung niali-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu budaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.

B.      Estetika manusia dalam berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah atau jelek. Makna keindahan :
a.       secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan
b.      secara sempit, yaitu indah dalam lingkup persepsi penglihatan ( bentuk dan warna)
Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui indera. Estetika bersifat subyektif, sehingga tidak bisa dipaksakan. Tetapi yang penting adalah menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.

II.IV    Problematika Kebudayaan
1.     Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan. Keterkaitan orang jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun temurun di yakini sebagai pemberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya miskin.
2.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan. Contohnya: program keluarga berencana atau KB semula di tolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
3.     Hambatan budaya berkaitan dengan faktor psikologi dan kejiwaan. Upaya untuk transmigrasi penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru kehidupan mereka akan lebih sengsara di bandingkan dengan hidup mereka ditempat yang lama.
4.     Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dangan masyarakat luar. Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komuikasi dengan masyaraakat luar, karena pengetahuannya serba teratas, seolah-olah teetutup untuk menerima program-program pembangunan.
5.     Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru. Sikap ini sangat mengagung-agungkan budya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
6.      Sikap etnosentrisme adalah sikap yang mengagung-agungkan budaya suku bangsa sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Seseorang yang menilai kebudayaan-kebudayaan lain, menurut ukuran yang berlaku dalam kebudayaannya sendiri[3].
7.     Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan,sering disalahgunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom di buat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, obat-obatan di ciptakan untuk kesehatan tetapi justru mengganggu kesehatan manusia.

BAB III
PENUTUP
III.I       Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.

III.II   Saran
Pada dasarnya, hakikat manusia berpacu pada dasar pembentukan jati diri manusia. Namun, dewasa ini hakikat manusia hampir tidak dimiliki oleh semua manusia. Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini sebagai bentuk rasa empati kami dalam mewujudkan manusia yang berbudaya. adapun hal yang ingin kami capai adalah :
1.      Pembaca dapat mengembangkan mengenai hakikat manusia sebagai makhluk budaya.
2.      Pembaca dapat mengapresiasikan hakikat manusia sebagai makhluk budaya.
3.     Pembaca memahami dan memberikan tanhggapan mengenai hakikat manusia sebagai makhluk budaya.
4.     Mampu memahami dan menyikapi dengan baik terhadap bentuk-bentuk problematika kebudayaan.




[1] Soerjono Soekanto : Sosiologi Suatu Pengantar, cetakan ke IV, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1970, halaman 71
[2] Prof. Dr. Koentjaraningrat : Pengantar Ilmu Antropologi, edisi revisi 2009, Penerbit Reka Cipta, Jakarta, halaman 165
[3] T.0. Ihromi : Antropologi Budaya, edisi terbaru, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 16