BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Ilmu merupakan pondasi luhur manusia
dalam memperoleh tingkatan drajat yang lebih mulia dalam kehidupan dunia maupun
akherat. Tanpa ilmu, seorang manusia bagaikan orang buta yang kehilangan
tongkatnya. Mempelajari ilmu Fiqh menjadi sebuah sarana manusia dalam mencari
sebuah titik terang dalam menjalani kehidupan di dunia baik dalam wujud ibadah
maupun muamalah, dengan ekspektasi datangnya keRidhoan Allah yang akan
menyertainya pada kebahagiaan yang hakiki.
Kajian pokok ilmu Fiqh tentunya
berasaskan dari sumber hukum islam yaitu tekstual langsung berdasarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah Nabi serta non tekstual seperti halnya qiyas yang hakikatnya
diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.[1]
Sehingga mengkaji ilmu Fiqh menjadi kewajiban kita demi menjalani kehidupan
yang selaras dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, dalam
pemilihan suatu hukum tidaklah dikatakan sah hukum tersebut jika bertentangan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada
kesempatan ini, dalam menghadapi era kehidupan yang begitu kompleks kewajiban
kita sebagai umat islam untuk senantiasa menyertai kehidupan dengan landasan
hukum keislaman yang falid. Diharapkan pembaca mengetahui secara jelas tentang pilihan
hukum islam semoga dengan mengetahui itu semua, segala sesuatunya yang kita
kerjakan mendapat Ridho Allah SWT.
I.II Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hukum islam ?
2.
Apa saja yang tergolong dalam sumber hukum ?
3.
Apa isi pokok dari hukum islam ?
4.
Bagaimana seorang muslim memilih hukum ang
diaktualisasikan dalam kehidupannya ?
5.
Bagaimana ciri khas imam-imam yang memberikan
empat mazdhab dalam islam ?
I.III Tujuan
Penulisan
1.
Memahami pengertian hukum, hukum-hukum dalam
islam dan sumber hukum islam.
2.
Mengidentifikasi isi pokok dari hukum islam.
3.
Mengetahui konsep dari empat madzhab fiqh.
4.
Memahami kajian empat madzhab dan menetapkan
pilihan hukum dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian
Hukum Islam
Definisi
hukum islam pada umumnya
disamakan dengan syariat islam, dalam hal ini biasa disebut syara’.
Secara etimologi, syariat berarti jalan, sedangkan dari segi bahasa syariat
bisa bermakna sebagai hukum yang diadakan oleh Allah SWT.[2]
Sehubungan dengan pengertian syariat, Prof. Mahmoud Syaltout berpendapat bahwa
syariat merupakan peraturan yang diciptakan Allah agar manusia berpegang teguh
kepada-Nya dalam hubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, sesama umat
manusia serta dengan seluruh dan kehidupan. Muhammad Ali Attahanawi memberikan
pengertian syariat sebagai cakupan seluruh ajaran islam yang meliputi berbagai
bidang, seperti ibadah, muamalah, akhlak dan akidah.
II.II Hukum-hukum
dalam Islam
Islam mempunyai hukum atau
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perbuatan yang mengandung suatu
keharusan atau boleh memiliki atau mengandung wadla’, yakni mengandung isyarat
tentang adanya suatu hukum. Adapun hukum Islam itu berlaku bagi orang dewasa
(mukallaf) atau orang yang sudah baligh, yakni sudah cukup umur, berakal sehat
dan sudah menerima seruan agama semenjak ia berumur 9 tahun, bagi pria dan
wanita bila sudah bermimpi basah (tanda dewasa). Umur 9 tahun bagi wanita yang
sudah haidh, sedang untuk pria dan wanita yang belum bermimpi ataupun haidh
tapi ia sudah berumur 15 tahun maka sudah termasuk usia baligh.
Adapun hukum-hukum dalam Islam secara garis besarnya adalah
sebagai berikut :
- Wajib. Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan diberi siksa. Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum wajib adalah shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan Zakat.
- Mandud atau Sunnah. Mandud atau sunnah ialah sesuatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan mendapatkan siksaan atau hukuman. Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum mandud atau sunnah ialah shalat yang dikerjakan sebelum/sesudah shalat fardhu.
- Haram. Haram ialah sesuatu perbuatan yang jika dikejakan pasti akan mendapatkan siksaan dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contoh perbuatan yang memiliki hukum haram adalah membunuh, mabuk, judi, dan sebagainya.
- Makruh. Perbuatan makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya itu lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini adalah memakai sutra atau cincin emas bagi laki-laki.
- Mubah. Ada yang mengartikan bahwa mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan oleh agama antara mengerjakannya atau meninggalkannya. Contoh dari mubah adalah makan, minum, bermain yang sehat dan sebagainya.
II.III Sumber Hukum Islam
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber
fiqh yang pertama dan paling utama. Landasan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber
hukum pertama adalah sebagai berikut:
QS.
Al-Isra ayat 9
Artinya: Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar
Al-Quran adalah kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam mushaf berbahasa Arab,
yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, dan membacanya mengandung nilai
ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.[3]
2. As-Sunnah
As-Sunnah sering disamakan
dengan hadis. As-Sunnah adalah berupa
perbuatan, perkataan atau diamnya Nabi SAW yang bisa jadi dasar hukum. Oleh
karena itu, ada sunnah Fi’liyah, sunnah Qawliyah, dan sunnah Taqririyah. Sunnah
yang terakhir bisa terjadi apabila sahabat berbuat atau berkata dan Nabi tahu
akan hal tersebut, tetapi beliau diam tidak memberikan komentar apa-apa.
As-Sunnah merupakan sumebr
hukum kedua setelah Al-Quran, didasarkan kepada QS. An-Nisa ayat 64
Artinya: “Dan kami tidak
mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizing Allah”
3. Al-Ijma’
Ijma’
ialah kesepakatan para mujtahid atau ulama umat Nabi Muhammad SAW dalam suatu
masa setelah wafat beliau atas suatu hukum tertentu. Yang dimaksud dengan kata
“umat Nabi Muhammad SAW adalah ijma’-nya para mujtahid umat Muhammad yang
sekaligus mengecualikan kesepakatan para mujtahid yang bukan umat Muhammad SAW
misalnya umat Nabi Isa, umat Nabi Musa, dsb. Selanjutnya jika mereka telah mensepakati
masalah hukum tersebut, maka hukum itu menjadi aturan agama yang wajib diikuti
dan tidak mungkin menghindarinya. Contoh : Ijma’ para sahabat Nabi SAW dimasa
Sayyidina Umar r.a dalam menegakkan sholat tarawih. Selain itu, Penetapan awal
ramadhan dan syawal berdasarkan ru’yatul hilal, Nenek mendapat harta 1/6 dari
cucunya, Hak waris seorang kakek dalam hal seseorang meninggal dengan
meninggalkan anak & ayah yang masih hidup.
4. Al-Qiyas
Qiyas
berasal dari kata “qasa, yaqisu, qaisan” artinya mengukur dan ukuran. Kata
qiyas diartikan ukuran sukatan, timbangan atau pengukuran sesuatu dengan yang
liannya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Jadi, Qiyas ialah persamaan
hukum sesuatu yang tidak ada dalilnya dengan hukum sesuatu yang ada dalilnya
dikarenakan hampir bersamaan atau karena adanya persamaan hukum. Jumhur ulama
muslimin bersepakat bahwa Qiyas merupakan hujjah syar’i dan selanjutnya menjadi
sumber hukum. Contoh : Allah telah mengharamkan Khamar (arak ) karena merusak
akal, membinasakan badan, menghabiskan harta. Maka segala minuman yang
memabukkan hukumnya haram di Qiyaskan dari khamar (arak). Rasulullah telah
mewajibkan zakat ternak unta, sapi dan kambing. Maka segala hewan ternak yang
sejenis hewan tersebut diatas maka wajib dizakatkan. Contohnya : Kerbau wajib
dizakatkan di Qiyaskan dari sapi.
5. Al-Ijtihad
Ijtihad dalam arti yang
luas adalah mengerahkan segala kemampuan dan usaha untuk mencapai sesuatu yang
diharapkan. Sedangkan ijtihad dalam hal yang ada kaitannya dengan hukum adalah
:”Mengerahkan segala kesanggupan yang dimiliki untuk dapat meraih hukum yang
mengandung nila-nilai uluhiyah atau mengandung sebanyak mungkin nilai-nilai
syariah”. Seorang mujtahid mengerahkan segala potensi yang ada pada nya,
kecerdasan akalnya, kehalusan rasanya, keluasan imajinasinya, ketajaman
intuisinya, dan keutamaan kearifannya. Sehingga hukum yang dihasilkan merupakan
hukum yang benr, baik indah, dan bijaksana. Hal ini sudah tentu tidaklah mudah.
Karena itu seorang mujtahid harus memiliki syarat-syarat tertentu. Ada ulama
yang memberikan syarat yang sangat banyak dan ada pula yang menentukan hanya
beberapa syarat saja.
II.IV Isi Pokok Hukum Islam
1. Perintah
Dalam perintah, ada yang bersifat keras yang
disebut Wajib dan yang bersifat dianjurkan yaitu Sunnah.
Wajib, yaitu perintah yang mesti dikerjakan. Jika
perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan) mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka ia berdosa.
Contohnya saja hal yang paling sering kita jumpai dalam kehidpan sehari-hari,
yaitu shalat fardlu. Dalam Al-Quran
telah di sebutkan bahwa melaksanakan shalat adalah wajib bagi setiap muslim
yang telah baligh, berakal (mukallaf).
Sedangkan sunat/sunah, yaitu anjuran.
Jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
Misalnya puasa sunat hari Senin dan Kamis. Puasa hari senin dan kamis tidak
diwajibkan, tetapi dianjurkan. Seseorang yang melaksanakan puasa hasri senin
dan kamis akan mendapatlan pahala dari Allah SWT. sedangkan apabila tidak
mengerjakannya maka tidak mendapat pahala dan juga tidak berdosa.
2. Larangan
Sama halnya dengan perintah, dalam larangan ada yang bersifat keras yang
disebut dengan Haram dan yang bersifat biasa yaitu makruh.
Haram, yaitu larangan keras. Jika dikerjakan berdosa dan jika tidak dikerjakan (ditinggalkan) mendapat pahala. Contohnya adalah
memakan daging babi.[4]
Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak
berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala. Contohnya adalah memakan petai.
3.
Pilihan
Dalam pilihan, ada Mubah. Mubah, yaitu
sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula di tinggalkan. Kalau dikerjakan,
tidak berpahala dan tidak pula berdosa; kalau ditinggalkan, tidak berpahala dan
tidak pula berdosa.
II.V Pilihan
Hukum Umat Islam dalam Mengaktualisasikan Keislamannya
Dahulu para ulama menghadapi
berbagai persoalan apabila mereka tidak menemukan ayat atau hadits, maka mereka
berijtihad untuk menetapkan hukum. Hukum yang di tetapkan oleh seseorang
berdasarkan ijtihadnya itulah yang disebut madzhabnya. Sebenarnya madzhab fiqih
dalam Islam bukan hanya empat, namun ada beberapa macam. Hasan Basri, Ast-Laisi
dan lain-lain. Madzab-madzab mereka itu tidak berkembang pesat seperti madzab
yang empat, mungkin disebabkan oleh berkurangnya pendukung mereka setelah
ditinggalkan oleh penyusunannya. Sedangkan madzab yang empat sampai sekarang
masih terus mendapat dukungan para ulama dan kaum muslimin. Ribuan kitab yang
telah disusun berdasarkan madzab-madzab itu.
1. Madzab Hanafi
Madzab
Hanafi diperoleh oleh Imam Abu Hanifah yang dilahirkan pada tahun 80 Hijrah dan
meninggal di Baghdad pada tahun 150 Hijriah. Semenjak belajar di Kufah beliau
telah menyusun madzabnya. Beliau amat mahir dalam ilmu fiqih khususnya pandai
berinstinbat hukum dalam Al Qur'an dan hadits. Kemudian beliau tinggal di
Baghdad dan memberikan penerangan tentang hukum Islam di Baghdad berdasarkan
ijtihadnya kepada kaum muslimin. Pada perkembangan berikutnya, beberapa orang
murid sekaligus sahabat beliau kembali mengadakan penelitan terhadap
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Imam Abu Hanifah dengan memperhatikan
kondisi, manfaat dan madharatnya sehingga diantara mereka ada yang tidak
sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
2. Madzab Malik
Madzab
Malik di pelopori oleh MAlik bin Anas Al Asbahi yang lahir pada tahun 93
Hijriyah dan wafat pada bulan Safar tahun 170 Hijriyah. Beliau kemudian belajar
di Madinah dan menyusun sebuah hadits Al Muwaththa yang terkenal sampai
sekarang atas anjurannya Khalifah Mansyur, Ketika beliau bertemu saat ibadah
Haji. Madzab Malik mengambil dasar Al Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Namun
qiyas beliau gunakan untuk hal-hal yang sangat terbatas saja, karena beliau
adalah seorang ahli hadits. imasa itu, beliau amat berpengaruh di daerah Hijaz
sehingga mendapat julukan "Sayyid Fuqoha Al Hijaz". Beberapa murid
beliau yang terkenal diantaranya adalah Muhammad bin Idris bin Syafi'i(Imam
Syafi'i), Al Laisy bin Sa'ad dan Abu Ishaq Al Farazi. Pengikut madzhab Maliki
yang paling banyak di Turisia, Tripoli, Mesir dan Maghribi.
3. Madzhab Syafi'i
Madzhab
Syafi'i pelopori oleh Muhammad bin Idris bin Syafi'i keturunan bangsa Quraisy.
Beliau lahir di Khuzzah pada tahun 150 Hijriyah dan meninggal di Mesir pada
tahun 240 Hijriyah, di usia 7 tahun beliau dapat menghafal Al Qur'an dan di
usia 10 tahun beliau telah hafal Al Muwaththa',kitab susunan sang guru (Imam
Malik).Dan pada usia 20 tahun beliau telah diizinkan oleh guru beliau Muslim
bin Khalid untuk berfatwa. Beliau juga amat pandai dalam segala pengetahuan.
Pada
usia 20 tahun itu juga mendengar tentang kebesaran Imam Malik akan ilmu fiqih
dan hadits. Oleh sebab itu, beliau pergi ke Madinah intuk belajar kepada Imam
Malik. Selanjutnya beliau juga pergi ke Irak dan bergaul dengan sahabat-sahabat
Imam Abu Hanifah. Kemudian beliau juga pergi ke Parsi. Dua tahun lamanya beliau
menempuh perjalanan ini.
Dalam
perjalanan ini beliau banyak sekali menjumpai berbagai adat, karakter dan
kebiasaan masyarakat yang amat majemuk dan ini sangat penting bagi beliau dalam
rangka mempertimbangkan penentuan hukum Islam. Kemudia Raja Harun Al Rasyid
meminta beliau agar tetap tinggal di Baghdad. Imam Asy-Syafi'i lalu tinggal di
Baghdad dan menyebarkan agama serta pendapat-pendapat beliau kepada masyarakat.
Beliau
memiliki pergaulan yang amat luas dengan semua golongan dan lapisan masyarakat,
baik rakyat, pemerintah atau para ulama termasuk para sahabat Imam Abu Hanifah
sehingga hal itu mendorong beliau untuk mengeluarkan pendapatnya yang pertama.
Lalu beliau kembali ke Makkah hingga tahun 198 Hijriyah. Pada tahun ini pula
beliau pergi ke Mesir dan meyusun pendapat baru. Pengikut madhzab Syafi'i
banyak tersebar di Kurdistan, Mesir, Aden, Yaman, Hadramaut, Makkah, Pakistan,
dan Indonesia.
4. Madhzab Hanbali
Madzab
Hanbali dipelopori oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal yang di lahirkan
di Baghdad dan meninggal pada hari Jumat tabggal 12 Rabiul Awal Tahun 241
Hijriyah. Sejak kecil beliau telah belajar di Baghdad, Syam, Hijaz dan Yaman.
Beliau adalah salah seorang murid Imam Syafi'i yang pandai. Diantara murid
beliau yang terkenal adalah Bukhari dan Muslim.[5]
Beliau
menyusun madzhabnya berdasarkan empat dasar yakni Al Qur'an dan hadits, fatwa
sahabat paling mendekati kitab dan sunnah), hadits mursal/lemah apabila tidak
bertentangan dengan dalil-dalillain dan qias sebagai jalan terakhir.
Dengan
mengeluarkan fatwa, beliau sengat berhati-hati apabila tidak ada nas sahabat.
Oleh sebab itu mengapa madzhab ini sangat lambat perkembangannya. Mula-mula
madzhab ini tersiar di Baghdad, kemudian Hijaj dan selanjutnya raja Ibnu Saud
mengumumkan bahwa madhzab resmi pemerintah Arab Saudi. Di Mesir tidak tampak
madhzab ini kecuali pada abad ke-7. Hingga sekarang tidak banyak rakyat Mesir
yang mengikuti madzhab ini.
BAB III
PENUTUP
III.I
Kesimpulan
A.
Definisi
hukum islam pada umumnya
disamakan dengan syariat islam, dalam hal ini biasa disebut syara’.
Secara etimologi, syariat berarti jalan, sedangkan dari segi bahasa syariat
bisa bermakna sebagai hukum yang diadakan oleh Allah SWT.
B.
Adapun hukum-hukum dalam Islam secara garis besarnya adalah
sebagai berikut : Wajib, Mandud atau Sunnah, Haram, Makruh,Mubah.
C.
Adapun sumber hukum dalam Islam secara garis besarnya adalah
sebagai berikut : Al-Qur’an, AS-Sunnah, Ijma’,Qiyas, Ijtihad.
D.
Adapun isi pokok hukum dalam Islam secara garis besarnya
adalah sebagai berikut : perintah, larangan, dan pilihan.
E.
Adapun pilihan hukum dengan madzab yang empat dalam Islam
adalah sebagai berikut : madzab hanafi, Madzab syafii’, madzab maliki,
madzab hanbali.
F.
Dalam konsep pemahaman pilihan hukum dalam islam. Maka
langkah awal yang harus dilakukan adalah mengetahui akan kaidah utama dalam
kajian ilmu fiqh, yaitu pembahasan mengenai hakikat hukum islam, macam-macam
hukum dalam islam, sumber hukum islam, serta isi pokok hukum islam. Setelah
itu, konseptual dalam aktualisasi keislaman tidak hanya cukup dari pemahaman
komponen-komponen tersebut, melainkan perlu contoh dari madzab-madzab yang ada
dari empat imam terkemuka yang tentunya sudah teruji kevalidan hukum yang
ditetapkannya.
III.II Saran
Untuk mengkaji Islam secara kaaffah dan
menentukan pilihan hukum yang baik dalam mengaktualisasikan keislaman dalam
hidup tentunya membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kajian
ilmu-ilmu fiqh. Oleh karena itu, kami menyarankan pembaca agar tidak puas dan
mau mengoreksi apa yang telah kami tulis dalam makalah ini. Sehingga ilmu
pengetahuan kita tentang fiqh menjadi bertambah dan pemahaman kita menjadi
semakin mendalam. Selain itu, wujud kritik dan saran pembaca menjadi motivasi
kami dalam menuliskan sebuah karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Kami harap pembaca mau lebih dalam
mengkaji ilmu tentang pilihan hukum ini, karena hal ini sangatlah berpengaruh
pada kehidupan kita di dunia yang akan berdampak tentunya pada kehidupan kita
di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komen ya gan :D